Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah
2.027.087 km2 yang membentang dari 95º BT s/d 141º BT dan dari 7º LU
s/d 12º LS adalah sebuah negara yang tengah memasuki masa transisi
demokrasi. Pasca runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, perjalanan bangsa
terus bergulir mengarah pada penyambutan masa perubahan dimana warna
kebebasan menjadi dambaan yang senantiasa dihembuskan dalam iklim
reformasi saat ini. Kenyataan bahwasanya negara kita sebagai miniatur
kemajemukan yang tersebar di seluruh tanah air merupakan realita sejarah
sekaligus cerminan realita sosial dan budaya yang telah ada sejak
dahulu kala. Era reformasi diakui sebagai titik pencerahan serta
penyadaran akan kemajemukan bangsa yang senantiasa harus kita pelihara
dan kembangkan secara berkesinambungan di berbagai segi kehidupan dalam
bingkai bersama kebersatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
yaitu Bhineka Tunggal Ika. Pluralitas yang diterjemahkan dalam bentuk
keberanekaragaman potret suatu negara tentunya akan membawa konsekuensi
kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat itu sendiri
seiiring dengan dinamika perjalanan sejarah bangsa dan kondisi
lingkungan eksternal yang mempengaruhinya, seperti perubahan global yang
kini tengah bergerak dengan sangat cepat dalam komunitas masyarakat
Indonesia. Sekelumit permasalahan bangsa yang tak terselesaikan di masa
lalu, dipastikan akan menjadi akumulasi permasalahan saat ini dan masa
depan bila tidak mampu dicarikan solusi terbaik pemecahannya. Sejumlah
permasalahan bangsa seperti : kemiskinan dan kelaparan, pengangguran,
bencana alam, pendidikan dan kesehatan, pemberantasan Korupsi, Kolusi,
Nepotisme (KKN), penegakan supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM),
dan lain-lain adalah bagian kecil dari pekerjaan besar bangsa untuk
segera ditangani secara komprehensif dengan pendekatan dan metode yang
tepat.
UMAT DAN BANGSA
Dalam hal ini keterlibatan organisasi kemasyarakatan dan pemuda berbasiskan agama, seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dalam berpartisipasi berpikir serta bertindak mengatasi segala permasalahan bangsa merupakan bentuk tanggung jawabnya yang tak terpisahkan sebagai seorang kader sekaligus warga negara pelaku utama yang menentukan masa depan bangsanya sendiri. HMI yang dilahirkan 62 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 5 Februari 1947, dalam kesejarahannya telah banyak terlibat memberikan sumbangsih pemikiran dan karya mengatasi berbagai permasalahan bangsa. Keterpanggilan HMI tersebut dalam setiap langkah perjalanan bangsa semata-mata dikarenakan faktor sejarah pendiriannya yang sangat erat dengan pencapaian cita-cita mulia organisasi, yaitu mempertahankan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mengamalkan nilai-nilai keislaman secara universal. Dua semangat besar inilah yang menyebabkan HMI tetap eksis dan berkiprah sampai saat ini melalui keterlibatannya memikirkan serta menghasilkan jalan terbaik penyelesaian masalah umat sekaligus masalah bangsa.
HMI dan perjalanan bangsa adalah fakta sejarah yang terbukti mampu menciptakan sinergi positif saling menguatkan dan mengisi agar terpelihara hubungan mitra kerja dalam konteks kenegaraan. Kiprah HMI di era Orde Lama yang syarat dengan masa-masa kritis sekitar tahun 1960-an menghadapi tuntutan pembubaran HMI oleh CGMI karena tuduhan kontrarevolusioner, kemudian peran aktif HMI mengisi pembangunan di era Orde Baru bahkan secara tidak langsung telah menjelma sebagai salah satu kekuatan organisasi intelektual pendukung pemerintah pada waktu itu, serta salah satu kekuatan penggerak reformasi Mei 1998 yang menyuarakan perubahan menuju masa depan yang lebih baik, adalah wujud nyata kesungguhan HMI untuk terus terlibat dan melibatkan diri dalam wilayah keumatan dan kebangsaan. Umat dan bangsa menjadi faktor dominan yang senantiasa ada mengiringi perkembangan perjalanan bangsa kita, karena memang mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam namun tetap berada dalam naungan dasar negara Pancasila yang sangat tepat menggambarkan pengakuan akan keberagaman dalam keberagaman. Disinilah justru kehadiran HMI dinilai strategis dalam mengambil peran dan fungsi keorganisasiannya mengembangkan kehidupan keumatan dan kebangsaan.
Lebih spesifik, HMI dinilai tepat dan strategis berkiprah dalam konteks keumatan dan kebangsaan karena memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut : (1) HMI berpegang pada semangat penyebaran agama Islam melalui pengamalan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya secara universal. Semangat ini sangatlah tepat dengan kondisi masyarakat Indonesia yang plural; (2) HMI dalam perjuangannya tidak akan pernah keluar dari sifat organisasi yang telah digariskan, yaitu berpegang pada independensi etis dan organisatoris. Independensi etis mencerminkan karakter dan kepribadian kader yang senantiasa sesuai dengan fitrah kemanusiaan agar melahirkan watak kader yang cenderung berpikir, bersikap dan berperilaku pada kebenaran. Sedangkan independensi organisatoris diartikan bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional, HMI secara organisasi senantiasa melakukan partisipasi aktif, konstruktif, korektif, dan konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha pembangunan demi mencapai cita-cita semakin hari semakin terwujud. Sinergi keduanya akan menghasilkan konstruksi berpikir dan bertindak kader HMI yang hanya tunduk pada prinsip-prinsip kebenaran dan obyektifitas; (3) Organisasi HMI unik karena mengandalkan pada kekuatan perkaderan sebagai basis terbinanya kualitas insan cita. Pilihan untuk mengedepankan terjadinya suatu proses bagi seorang kader dalam setiap jenjang perkaderan merupakan unsur terpenting yang akan mengantarkan HMI pada tingkat organisasi intelektual berkualitas.
UMAT DAN BANGSA
Dalam hal ini keterlibatan organisasi kemasyarakatan dan pemuda berbasiskan agama, seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dalam berpartisipasi berpikir serta bertindak mengatasi segala permasalahan bangsa merupakan bentuk tanggung jawabnya yang tak terpisahkan sebagai seorang kader sekaligus warga negara pelaku utama yang menentukan masa depan bangsanya sendiri. HMI yang dilahirkan 62 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 5 Februari 1947, dalam kesejarahannya telah banyak terlibat memberikan sumbangsih pemikiran dan karya mengatasi berbagai permasalahan bangsa. Keterpanggilan HMI tersebut dalam setiap langkah perjalanan bangsa semata-mata dikarenakan faktor sejarah pendiriannya yang sangat erat dengan pencapaian cita-cita mulia organisasi, yaitu mempertahankan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mengamalkan nilai-nilai keislaman secara universal. Dua semangat besar inilah yang menyebabkan HMI tetap eksis dan berkiprah sampai saat ini melalui keterlibatannya memikirkan serta menghasilkan jalan terbaik penyelesaian masalah umat sekaligus masalah bangsa.
HMI dan perjalanan bangsa adalah fakta sejarah yang terbukti mampu menciptakan sinergi positif saling menguatkan dan mengisi agar terpelihara hubungan mitra kerja dalam konteks kenegaraan. Kiprah HMI di era Orde Lama yang syarat dengan masa-masa kritis sekitar tahun 1960-an menghadapi tuntutan pembubaran HMI oleh CGMI karena tuduhan kontrarevolusioner, kemudian peran aktif HMI mengisi pembangunan di era Orde Baru bahkan secara tidak langsung telah menjelma sebagai salah satu kekuatan organisasi intelektual pendukung pemerintah pada waktu itu, serta salah satu kekuatan penggerak reformasi Mei 1998 yang menyuarakan perubahan menuju masa depan yang lebih baik, adalah wujud nyata kesungguhan HMI untuk terus terlibat dan melibatkan diri dalam wilayah keumatan dan kebangsaan. Umat dan bangsa menjadi faktor dominan yang senantiasa ada mengiringi perkembangan perjalanan bangsa kita, karena memang mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam namun tetap berada dalam naungan dasar negara Pancasila yang sangat tepat menggambarkan pengakuan akan keberagaman dalam keberagaman. Disinilah justru kehadiran HMI dinilai strategis dalam mengambil peran dan fungsi keorganisasiannya mengembangkan kehidupan keumatan dan kebangsaan.
Lebih spesifik, HMI dinilai tepat dan strategis berkiprah dalam konteks keumatan dan kebangsaan karena memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut : (1) HMI berpegang pada semangat penyebaran agama Islam melalui pengamalan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya secara universal. Semangat ini sangatlah tepat dengan kondisi masyarakat Indonesia yang plural; (2) HMI dalam perjuangannya tidak akan pernah keluar dari sifat organisasi yang telah digariskan, yaitu berpegang pada independensi etis dan organisatoris. Independensi etis mencerminkan karakter dan kepribadian kader yang senantiasa sesuai dengan fitrah kemanusiaan agar melahirkan watak kader yang cenderung berpikir, bersikap dan berperilaku pada kebenaran. Sedangkan independensi organisatoris diartikan bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional, HMI secara organisasi senantiasa melakukan partisipasi aktif, konstruktif, korektif, dan konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha pembangunan demi mencapai cita-cita semakin hari semakin terwujud. Sinergi keduanya akan menghasilkan konstruksi berpikir dan bertindak kader HMI yang hanya tunduk pada prinsip-prinsip kebenaran dan obyektifitas; (3) Organisasi HMI unik karena mengandalkan pada kekuatan perkaderan sebagai basis terbinanya kualitas insan cita. Pilihan untuk mengedepankan terjadinya suatu proses bagi seorang kader dalam setiap jenjang perkaderan merupakan unsur terpenting yang akan mengantarkan HMI pada tingkat organisasi intelektual berkualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar