Selasa, 17 Januari 2012

Setengah Abad (50 Tahun) HMI Cabang Ciputat


 Oleh : Agusalim Sitompul
(Sejarawan HMI)
Dalam Buku "Membingkai Perkaderan Intelektual; 50 Tahun HMI Cabang Ciputat"

      Sebagai cikal bakal IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) adalah Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA), yang didirikan di Jakarta dengan Ketetapan Menteri Agama No. 1 Tahun 1957, tanggal 1 Januari 1957. Sebelumnya di Yogyakarta, Pemerintah mengambil alih Fakultas Agama UII, kemudian dinegerikan menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1950, tanggal 14 Agustus 1950. Dengan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan RI Nomor : K/1/14641/Tahun 1951 (Agama) dan Nomor : 28665/KB Tahun 1951 (Pendidikan) tanggal 20 Seprember 1951, pelaksanaan penyelenggaraan PTAIN diatur bersama oleh Menteri Agama dan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Tahun 1950-1963, adalah masa pertumbuhan dan perkembangan HMI yang sangat pesat. Hampir di mana ada Perguruan Tinggi, Akademi, Universitas, Sekolah Tinggi di situ pasti ada HMI, yang tergabung dalam Komisariat. Dibentuknya Komisariat HMI tersebut karena HMI berbasis di Perguruan Tinggi, sebagai ujung tombak perjuangan HMI. Pembentukan Komisariat di HMI terjadi pada tahun 1952. Sebelumnya pengelompokan anggota HMI masih berbentuk kelompok gabungan. Melihat pertumbuhan dan perkembangan HMI yang sangat pesat ketika itu, termasuk di HMI Cabang Yogyakarta, tampaknya HMI di Komisariat ADIA sudah dibentuk. Hal ini perlu ditelusuri oleh Pengurus HMI Cabang Ciputat, agar dapat dipastikan secara akurat, apakah HMI Komisariat ADIA sudah terbentuk, sebelum kampus IAIN pindah ke Ciputat, sebagai cikal bakal HMI Cabang Ciputat yang ada pada saat ini.
Karena baik ADIA Jakarta, maupun PTAIN Yogyakarta tidak lagi memenuhi kebutuhan ummat Islam akan urgensi Perguruan Tinggi, maka berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1960, tanggal 9 Mei 1960, maka PTAIN Yogyakarta dan ADIA Jakarta digabung menjadi satu dan diberi nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN), yang intinya adalah PTAIN Yogyakarta. PTAIN berpusat di Yogyakarta. Sebagai penjelmaan PTAIN di Yogyakarta, dibentuk 3 Fakultas, yaitu Ushuluddin, Syariah, dan Tarbiyah.  Sebagai penjelmaan ADIA Jakarta, dibentuk Fakultas Adab dan Fakultas Tarbiyah. IAIN Al Jamiah Al Islamiyah Al Hukumiyah diresmikan di Yogyakarta tanggal 24 Agustus 1960, oleh Presiden Soekarno.
Perkembangan IAIN Al Jamiah sangat pesat. Akhirnya IAIN yang berpusat di Yogyakarta perlu dikembangkan lagi. Maka pada tanggal 18 Maret 1963, IAIN Cabang Jakarta menjadi IAIN pusat berkedudukan di Jakarta. Dengan demikian IAIN menjadi 2 pusat. IAIN yang berpusat di Yogyakarta, membawahi fakultas-fakultas yang ada di bagian Timur (Jawa Tengah, Kalimatan, Sulawesi, dan lain-lain), sedangkan IAIN yang berpusat di Jakarta membawahi fakultas-fakultas yang ada di bagian barat (Jawa Barat dan Sumatera). Sampai 1 November 1973, jumlah IAIN seluruh Indonesia ada 14 buah, yaitu dengan diresmikannya IAIN Sumatera Utara di Medan
Setelah ADIA Jakarta dan PTAIN Yogyakarta digabung menjadi IAIN, tahun 1961, kampus IAIN Jakarta, yang semula berada di Jakarta, dipindahkan ke Ciputat yang berada di Propinsi Jawa Barat. Sudah barang tentu pindahnya kampus IAIN dari Jakarta ke Ciputat, dan HMI dengan sendirinya ikut pindah. Setelah kampus IAIN Jakarta pindah ke Ciputat, maka HMI ditingkatkan menjadi Cabang. Sewaktu kampus IAIN masih di Jakarta, masih berstatus Komisariat dari Cabang Jakarta.
Maka saat ini dalam rangka Dies Natalis ke-50 HMI Cabang Ciputat, HMI perlu menelusuri dan meneliti kapan dibentuknya HMI Komisariat ADIA. Jika tanggal itu dapat ditemukan, maka itulah sebenarnya sebagai cikal bakal terbentuknya HMI Cabang Ciputat. Karena HMI Komisariat ADIA (IAIN Jakarta) adalah cikal bakal HMI Cabang Ciputat yang ada pada saat ini.
HMI di Komisariat PTAIN Yogyakarta, dibentuk setelah setahun PTAIN berdiri, tepatnya 24 September 1952. Setelah terbentuk IAIN tahun 1960, menjadi Komisariat IAIN. Selanjutnya pada rapat anggota HMI Komisariat IAIN tanggal 27 Mei 1962 memutuskan HMI Komisariat IAIN dipecah menjadi 4 Komisariat, sesuai dengan jumlah Fakultas yang ada di IAIN Yogyakarta. Pelantikan pengurus Komisariat bersama pengurus Koordinator Komisariat (belum disebut KORKOM) dilaksanakan di Masjid Syuhada tanggal 7 Oktober 1962. Sedang Koordinator Komisariat (KORKOM), secara nasional baru ada tahun 1966.
HMI di PTAIN/IAIN/UIN Yogyakarta, tidak pernah menjadi Cabang, selamanya berada di bawah HMI Cabang Yogyakarta. Sebenarnya kalau HMI PTAIN/ IAIN/ UIN ditingkatkan menjadi Cabang (umpamanya disebut Cabang Sleman) sangat memungkian sekali sebab Sleman adalah Kabupaten dan di Sleman terdapat Perguruan Tinggi favorit seperti UGM, UII, UIN, UNY, UPN, dan lain-lain.

Makna Dies    
Kini HMI Cabang Ciputat genap berusia 50 tahun, suatu angka yang apabila dijadikan notasi usia, cukup sudah disebut dewasa bagi yang memilikinya, bahkan dapat dikatakan telah memasuki tahap pendewasaan bagi mereka yang lambat dan terlambat. Buat suatu organisasi, usia 50 tahun tidak ayal lagi adalah suatu bukti eksistensi yang telah teruji waktu, situasi, dan kondisi. Namun, masih terus diuji lagi berulang kali, tiada berhenti sejenak pun, justru untuk kelangsungan hidup atau eksistensi. Seseorang itu baru akan meningkat dan besar setelah diuji dan berhasil lulus dalam ujian itu. Dies Natalis atau Ulang Tahun. Saat untuk merenung, memikirkan, dan menanyakan kembali tentang diri kita, tentang kehidupan lingkungan, kehidupan Nasional bangsa kita dengan mengajak teman-teman, simpatisan-simpatisan kita, dan siapa saja yang berjuang untuk cita-cita bangsa.
Berjalan terus. Memang. Itulah kehendak kita tanpa tendensi-tendensi interes pribadi atau sesuatu pihak. Non-aliansi yang tertuang dalam Independensi HMI bukannya netral, menyendiri, atau mengisolasi diri. Independensi berarti tetap komitmen kepada nilai dasar perjuangan, yakni Islam sebagai suatu kebenaran mutlak, yang menjadi dasar organisasi HMI. Hanya kepada itulah komitmen HMI. Bukannya kepada perorangan, golongan, atau kekuatan sosial politik mana pun juga. Berjalan bersama dan bekerja sama. Tentu dengan siapa saja yang dalam jalan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Amanat Penderitaan Rakyat, menyukseskan dan meratakan pembangunan di segala bidang.
Sementara kita berjalan  terus, perlulah kita perhatikan kata-kata: Lihatlah dirimu, tengoklah ke belakang dan pandanglah jauh ke depan. Dengan terikatnya kehendak dan kepentingan bersama yang didasari oleh napas idealisme, perjalanan HMI, dimulai dengan didirikannya di Yogyakarta oleh Lafran Pane, dan 14 orang mahasiswa STI lainnya, tanggal 14 Rabiul awal 1366 H bertepatan tanggal 5 Februari 1947, atau 64 tahun silam. Dan dalam keberlangsungan napas idealisme tersebut, kini dengan memperingati Dies Natalis, maka nostalgia yang timbul mempunyai arti dan nilai-nilai tersendiri. Tidak kurang arti yang timbul. Bukannya kita hanya akan melihat raihan-raihan sukses, tetapi justru tantangan, kegagalan, kesalahan, dan kenegatifan yang lainlah yang akan kita formulasi guna tidak menduakalikan hal yang sama.
Lima puluh tahun usia suatu organisasi, memang belum waktunya untuk menikmati secara keseluruhan hasil-hasil dari apa saja yang telah diperbuat selama waktu tersebut. Sebagai organisasi perjuangan, maka kita harus selalu berpandangan bahwa perjuangan kita masih jauh, dan kita harus meningkatkan amal dan pengabdian kita untuk tercapainya tujuan. Karena pada hakikatnya, hidup ini adalah suatu perjuangan. Dan perjuangan itu adalah suatu proses panjang yang harus dilakukan pada setiap saat. Lima puluh tahun adalah usia yang singkat kalau diukur dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, apa lagi kalau diukur dengan sejarah kemanusiaan. Namun, usia 50 tahun bagi HMI, sudah cukup untuk melakukan penilaian diri, yakni menilai sampai sejauh mana kita dapat berbuat dalam mengemban suatu amanah. Sebenarnya kita hidup di dunia ini dibebani dengan suatu amanah, yakni amanah untuk berbuat kebajikan, melakukan amal-amal pengabdian sebagaimana yang dituntunkan ajaran Islam. Dan dalam kita hidup ber-Himpun atau berorganisasi dalam HMI, juga adalah dalam rangka menunaikan sebagian dari amanah tersebut. Saat ini, kita mencoba menyimak kembali sejarah perjuangan HMI, untuk menarik manfaat darinya, dan lebih jauh dari itu, sebagaimana dikatakan Thomas Carlyle: dengan sejarah, kita belajar lebih bijaksana.


Kebangkitan Intelektual
      Salah satu kontribusi HMI Cabang Ciputat adalah membangun dan mengembangkan “tradisi intelektual” di kalangan HMI Cabang Ciputat khususnya dan di lingkungan almamaternya, IAIN/ UIN Syarif Hidayatullah pada umumnya. Dengan pembangunan dan pengembangan “tradisi intelektual” itu, HMI Cabang Ciputat telah berhasil mencetak tokoh – tokoh nasional seperti Drs. Hafidz Dasuki, Prof. Dr. H. Nurcholish Madjid, Drs. Fachry Ali, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Prof. Dr. Bachtiar Effendy, dan Drs. Ahmad Zacky Siradj. Pembangunan dan pengembangan tradisi intelektual itu berdampak sangat luas dan dalam, baik kepada HMI khususnya dan IAIN/ UIN Syarif Hidayatullah, maupun terhadap ummat Islam Indonesia.
Lebih jauh dengan pembangunan dan pengembangan “tradisi intelektual” tersebut, menyebabkan terjadinya “ kebangkitan intelektual” di kalangan ummat Islam, yang selama ini jauh ketinggalan dengan piihak-pihak lain. Kebangkitan intelektual ini sebagaimana pernah terjadi pada Zaman Klasik, di masa Daulah Abbasiyah di Baghdad, walaupun sifatnya lebih luas dan dalam, melingkupi berbagai ilmu pengetahuan. “Kebangkitan intelektual” itu merupakan pemikiran-pemikiran Islam dengan tujuan agar agama Islam selalu dinamis dalam memberikan solusi serta jawaban terhadap berbagai masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat, sehingga agama Islam itu tetap sesuai dengan waktu dan jaman yang selalu berubah. Pemikiran-pemikiran keislaman yang dicapai itu termuat dalam buku-buku yang ditulis para tokoh yang disebut di atas, yang jumlahnya banyak sekali. Kejumudan yang melanda ummat Islam yang terjadi sebelumnya, karena agama Islam seolah-olah tidak dapat memberikan solusi yang terbaik terhadap persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat.
Persoalannya sekarang, sanggupkah HMI Cabang Ciputat dapat mempertahankan pembangunan dan pengembangan “tradisi intelektual” tersebut secara terus menerus walaupun seandainya tokoh-tokoh yang disebut di atas dipanggil Allah SWT lebih dahulu. Hal ini pasti terjadi, seperti telah meninggalnya Prof. Dr. H. Nurcholish Madjid beberapa waktu yang lalu.

Prospek HMI
Kini HMI Cabang Ciputat memasuki usia 50 tahun. Bagaimana masa depan HMI Cabang Ciputat. Seperti diketahui secara nasional, saat ini HMI sedang mengalami kemunduran sejak tahun 1980, seperti yang saya tulis dalam buku 44 Indikator Kemunduran HMI Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan Kembali HMI. Kemunduran itu tidak terkecuali juga dialami HMI Cabang Ciputat. Kemungkinan  yang akan dialami HMI Cabang Ciputat, adalah HMI dalam keadaan status quo, bahkan bisa bubar, kecuali ada perubahan yang sagnat signifikan yang harus segera dilakukan sehingga HMI Cabang Ciputat tetap eksis sebagaimana dikehendaki oleh segenap anggota dan alumni HMI.
Oleh karena itu ke depan, agar HMI Cabang Ciputat tetap eksis harus melakukan langkah – langkah yang sangat mendasar dengan kunci pokok:
1.       Segenap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI wajib mengetahui, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam secara utuh dan benar, sehingga setiap langkah, sikap, perbuatan dan perkatan, dapat mencerminkan sebagai Muslim Sejati,
2.       Segenap anggota, aktivis, kader, dan perngurus HMI dapat menjadi Uswatun Hasanah, serta dapat menjadi panutttan kapan dan di manapun berada.
3.       Memiliki pengurus yang kuat. Kuat akidahnya, kuat ibadahnya, kuat ilmunya, kuat sikap dan pendiriannya, kuat berpikir, kuat konsep dan pemikiran, kuat idealisme-nya, dan kuat memegang amanah.
4.       HMI Cabang Ciputat dalam kondisi dan situasi apapun harus selalu dalam keadaan solid.
5.       Melaksanakan pendidikan atau perkaderan yang dapat melahirkan kader – kader HMI yang berkualitas. Karena para kader – kader inilah yang kelak akan menjadi Pengurus HMI secara berkesinambungan, serta menjadi calon pemimpin bangsa di masa mendatang.
6.       Segenap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI harus memiliki integritas  pribadi yang utuh.
7.       Segenap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI adalah pribadi yang cinta ilmu pengetahuan sebagai ciri kader HMI. Buku adalah setitik ilmu, buku adalah sumber pengetahuan dan sumber infiomasi, maka segenap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI, yang juga sebagai mahasiswa adalah orang yang rajin membaca buku dan menulis
8.       HMI sebagai organisasi, yang berfungsi sebagai organisasi perjuangan, wajib memiliki media, sebagai alat penghubung antara pengurus dan anggota maupun dengan masyakat luas, serta sebagai alat, untuk melatih anggota-anggota HMI menulis, guna menyampaikan berbagai pemikiran dan gagasannya
9.       HMI harus menjalin hubungan kerja sama, dengan semua pihak yang setuju dan mendukung tujuan dan missi HMI dalam rangka mencapai tujuan HMI.
10.   HMI harus memiliki dana serta sarana dan prasarana yang cukup


Khatimah
Demikianlah kata sambutan yang disampaikan, semoga dapat disimak dengan seksama serta bermanfaat dan berdayaguna bagi HMI. Dirgahayu HMI. Bahagia HMI selalu untuk menggapai cita-citanya. Sekali terjung ke gelanggang pantang mundur sebelum menang. Yakin Usaha Sampai – YAKUSA.

2 komentar:

  1. Nurul Muthmainah Hilman5 Juli 2012 pukul 18.45

    Yakin Usaha Sampai... ^_^

    BalasHapus
  2. Nurul Muthmainah Hilman5 Juli 2012 pukul 18.50

    Minta Cover Bukunya donk Kanda...

    BalasHapus