Oleh : Agusalim Sitompul
(Sejarawan HMI)
Dalam Buku "Membingkai Perkaderan Intelektual; 50 Tahun HMI Cabang Ciputat"
Sebagai cikal
bakal IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
adalah Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA), yang didirikan di Jakarta dengan
Ketetapan Menteri Agama No. 1 Tahun 1957, tanggal 1 Januari 1957. Sebelumnya di
Yogyakarta, Pemerintah mengambil alih Fakultas Agama UII, kemudian dinegerikan
menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri dengan Peraturan Pemerintah No. 34
Tahun 1950, tanggal 14 Agustus 1950. Dengan keputusan bersama Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan RI Nomor : K/1/14641/Tahun 1951
(Agama) dan Nomor : 28665/KB Tahun 1951 (Pendidikan) tanggal 20 Seprember 1951,
pelaksanaan penyelenggaraan PTAIN diatur bersama oleh Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Tahun 1950-1963, adalah
masa pertumbuhan dan perkembangan HMI yang sangat pesat. Hampir di mana ada
Perguruan Tinggi, Akademi, Universitas, Sekolah Tinggi di situ pasti ada HMI,
yang tergabung dalam Komisariat. Dibentuknya Komisariat HMI tersebut karena HMI
berbasis di Perguruan Tinggi, sebagai ujung tombak perjuangan HMI. Pembentukan
Komisariat di HMI terjadi pada tahun 1952. Sebelumnya pengelompokan anggota HMI
masih berbentuk kelompok gabungan. Melihat pertumbuhan dan perkembangan
HMI yang sangat pesat ketika itu, termasuk di HMI Cabang Yogyakarta, tampaknya
HMI di Komisariat ADIA sudah dibentuk. Hal ini perlu ditelusuri oleh Pengurus
HMI Cabang Ciputat, agar dapat dipastikan secara akurat, apakah HMI Komisariat
ADIA sudah terbentuk, sebelum kampus IAIN pindah ke Ciputat, sebagai cikal
bakal HMI Cabang Ciputat yang ada pada saat ini.
Karena baik ADIA Jakarta, maupun PTAIN Yogyakarta tidak lagi memenuhi
kebutuhan ummat Islam akan urgensi Perguruan Tinggi, maka berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 11 Tahun 1960, tanggal 9 Mei 1960, maka PTAIN Yogyakarta dan
ADIA Jakarta digabung menjadi satu dan diberi nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN),
yang intinya adalah PTAIN Yogyakarta. PTAIN berpusat di Yogyakarta. Sebagai
penjelmaan PTAIN di Yogyakarta, dibentuk 3 Fakultas, yaitu Ushuluddin, Syariah,
dan Tarbiyah. Sebagai penjelmaan ADIA
Jakarta, dibentuk Fakultas Adab dan Fakultas Tarbiyah. IAIN Al Jamiah Al
Islamiyah Al Hukumiyah diresmikan di Yogyakarta tanggal 24 Agustus 1960, oleh
Presiden Soekarno.
Perkembangan IAIN Al Jamiah sangat pesat. Akhirnya IAIN yang berpusat di
Yogyakarta perlu dikembangkan lagi. Maka pada tanggal 18 Maret 1963, IAIN
Cabang Jakarta menjadi IAIN pusat berkedudukan di Jakarta. Dengan demikian IAIN
menjadi 2 pusat. IAIN yang berpusat di Yogyakarta, membawahi fakultas-fakultas
yang ada di bagian Timur (Jawa Tengah, Kalimatan, Sulawesi, dan lain-lain),
sedangkan IAIN yang berpusat di Jakarta membawahi fakultas-fakultas
yang ada di bagian barat (Jawa Barat dan Sumatera). Sampai 1 November 1973,
jumlah IAIN seluruh Indonesia ada 14 buah, yaitu dengan diresmikannya IAIN
Sumatera Utara di Medan
Setelah ADIA Jakarta dan PTAIN Yogyakarta digabung menjadi IAIN, tahun
1961, kampus IAIN Jakarta, yang semula berada di Jakarta, dipindahkan ke
Ciputat yang berada di Propinsi Jawa Barat. Sudah barang tentu pindahnya kampus
IAIN dari Jakarta ke Ciputat, dan HMI dengan sendirinya ikut pindah. Setelah
kampus IAIN Jakarta pindah ke Ciputat, maka HMI ditingkatkan menjadi Cabang.
Sewaktu kampus IAIN masih di Jakarta, masih berstatus Komisariat dari Cabang
Jakarta.
Maka saat ini dalam rangka Dies Natalis ke-50 HMI Cabang Ciputat, HMI perlu
menelusuri dan meneliti kapan dibentuknya HMI Komisariat ADIA. Jika tanggal itu
dapat ditemukan, maka itulah sebenarnya sebagai cikal bakal terbentuknya HMI
Cabang Ciputat. Karena HMI Komisariat ADIA (IAIN Jakarta) adalah cikal bakal
HMI Cabang Ciputat yang ada pada saat ini.
HMI di Komisariat PTAIN Yogyakarta, dibentuk setelah setahun PTAIN berdiri,
tepatnya 24 September 1952. Setelah terbentuk IAIN tahun 1960, menjadi
Komisariat IAIN. Selanjutnya pada rapat anggota HMI Komisariat IAIN tanggal 27
Mei 1962 memutuskan HMI Komisariat IAIN dipecah menjadi 4 Komisariat, sesuai
dengan jumlah Fakultas yang ada di IAIN Yogyakarta. Pelantikan pengurus
Komisariat bersama pengurus Koordinator Komisariat (belum disebut KORKOM)
dilaksanakan di Masjid Syuhada tanggal 7 Oktober 1962. Sedang Koordinator
Komisariat (KORKOM), secara nasional baru ada tahun 1966.
HMI di
PTAIN/IAIN/UIN Yogyakarta, tidak pernah menjadi Cabang, selamanya berada di
bawah HMI Cabang Yogyakarta. Sebenarnya kalau HMI PTAIN/ IAIN/ UIN ditingkatkan
menjadi Cabang (umpamanya disebut Cabang Sleman) sangat memungkian sekali sebab
Sleman adalah Kabupaten dan di Sleman terdapat Perguruan Tinggi favorit seperti
UGM, UII, UIN, UNY, UPN, dan lain-lain.
Makna Dies
Kini HMI Cabang Ciputat genap berusia 50 tahun, suatu angka yang apabila
dijadikan notasi usia, cukup sudah disebut dewasa bagi yang memilikinya, bahkan
dapat dikatakan telah memasuki tahap pendewasaan bagi mereka yang lambat dan
terlambat. Buat suatu organisasi, usia 50 tahun tidak ayal lagi adalah suatu
bukti eksistensi yang telah teruji waktu, situasi, dan kondisi. Namun, masih
terus diuji lagi berulang kali, tiada berhenti sejenak pun, justru untuk
kelangsungan hidup atau eksistensi. Seseorang itu baru akan meningkat dan besar
setelah diuji dan berhasil lulus dalam ujian itu. Dies Natalis atau Ulang
Tahun. Saat untuk merenung, memikirkan, dan menanyakan kembali tentang diri
kita, tentang kehidupan lingkungan, kehidupan Nasional bangsa kita dengan
mengajak teman-teman,
simpatisan-simpatisan kita, dan siapa saja yang berjuang untuk cita-cita bangsa.
Berjalan terus. Memang. Itulah kehendak kita tanpa tendensi-tendensi
interes pribadi atau sesuatu pihak. Non-aliansi yang tertuang dalam Independensi
HMI bukannya netral, menyendiri, atau mengisolasi diri. Independensi berarti
tetap komitmen kepada nilai dasar perjuangan, yakni Islam sebagai suatu
kebenaran mutlak, yang menjadi dasar organisasi HMI. Hanya kepada itulah
komitmen HMI. Bukannya kepada perorangan, golongan, atau kekuatan sosial
politik mana pun juga. Berjalan bersama dan bekerja sama. Tentu dengan siapa
saja yang dalam jalan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Amanat
Penderitaan Rakyat, menyukseskan dan meratakan pembangunan di segala bidang.
Sementara kita berjalan terus, perlulah kita perhatikan kata-kata: Lihatlah
dirimu, tengoklah ke belakang dan pandanglah jauh ke depan. Dengan
terikatnya kehendak dan kepentingan bersama yang didasari oleh napas idealisme,
perjalanan HMI, dimulai dengan didirikannya di Yogyakarta oleh Lafran Pane, dan
14 orang mahasiswa STI lainnya, tanggal 14 Rabiul awal 1366 H bertepatan
tanggal 5 Februari 1947, atau 64 tahun silam. Dan dalam keberlangsungan napas
idealisme
tersebut, kini dengan memperingati Dies Natalis, maka nostalgia yang timbul
mempunyai arti dan nilai-nilai
tersendiri. Tidak kurang arti yang timbul. Bukannya kita hanya akan melihat
raihan-raihan
sukses, tetapi justru tantangan, kegagalan, kesalahan, dan kenegatifan yang
lainlah yang akan kita formulasi guna tidak menduakalikan hal yang sama.
Lima puluh tahun usia suatu organisasi, memang belum waktunya untuk menikmati
secara keseluruhan hasil-hasil dari apa saja yang telah diperbuat selama waktu
tersebut. Sebagai organisasi perjuangan, maka kita harus selalu berpandangan
bahwa perjuangan kita masih jauh, dan kita harus meningkatkan amal dan
pengabdian kita untuk tercapainya tujuan. Karena pada hakikatnya, hidup ini
adalah suatu perjuangan. Dan perjuangan itu adalah suatu proses panjang yang
harus dilakukan pada setiap saat. Lima puluh tahun adalah usia yang singkat
kalau diukur dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, apa lagi kalau diukur
dengan sejarah kemanusiaan. Namun, usia 50 tahun bagi HMI, sudah cukup untuk
melakukan penilaian diri, yakni menilai sampai sejauh mana kita dapat berbuat
dalam mengemban suatu amanah. Sebenarnya kita hidup di dunia ini dibebani
dengan suatu amanah, yakni amanah untuk berbuat kebajikan, melakukan amal-amal
pengabdian sebagaimana yang dituntunkan ajaran Islam. Dan dalam kita hidup
ber-Himpun atau berorganisasi dalam HMI, juga adalah dalam rangka menunaikan
sebagian dari amanah tersebut. Saat ini, kita mencoba menyimak kembali sejarah
perjuangan HMI, untuk menarik manfaat darinya, dan lebih jauh dari itu,
sebagaimana dikatakan Thomas Carlyle: dengan sejarah, kita belajar lebih
bijaksana.
Kebangkitan
Intelektual
Salah satu
kontribusi HMI Cabang Ciputat adalah membangun dan mengembangkan “tradisi
intelektual” di kalangan HMI Cabang Ciputat khususnya dan di lingkungan
almamaternya, IAIN/ UIN Syarif Hidayatullah pada umumnya. Dengan pembangunan
dan pengembangan “tradisi intelektual” itu, HMI Cabang Ciputat telah berhasil
mencetak tokoh – tokoh nasional seperti Drs. Hafidz Dasuki, Prof. Dr. H.
Nurcholish Madjid, Drs. Fachry Ali, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr.
Komaruddin Hidayat, Prof. Dr. Bachtiar Effendy, dan Drs. Ahmad Zacky Siradj.
Pembangunan dan pengembangan tradisi intelektual itu berdampak sangat luas dan
dalam, baik kepada HMI khususnya dan IAIN/ UIN Syarif Hidayatullah, maupun
terhadap ummat Islam Indonesia.
Lebih jauh dengan pembangunan dan pengembangan “tradisi intelektual”
tersebut, menyebabkan terjadinya “ kebangkitan intelektual” di kalangan ummat
Islam, yang selama ini jauh ketinggalan dengan piihak-pihak lain. Kebangkitan
intelektual ini sebagaimana pernah terjadi pada Zaman Klasik, di masa Daulah
Abbasiyah di Baghdad, walaupun sifatnya lebih luas dan dalam, melingkupi
berbagai ilmu pengetahuan.
“Kebangkitan intelektual” itu merupakan pemikiran-pemikiran Islam dengan tujuan
agar agama Islam selalu dinamis dalam memberikan solusi serta jawaban terhadap
berbagai masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat, sehingga agama Islam itu tetap sesuai
dengan waktu dan jaman yang selalu berubah. Pemikiran-pemikiran keislaman yang dicapai
itu termuat dalam buku-buku yang
ditulis para tokoh yang disebut di atas, yang jumlahnya banyak sekali.
Kejumudan yang melanda ummat Islam yang terjadi sebelumnya, karena agama Islam
seolah-olah tidak
dapat memberikan solusi yang terbaik terhadap persoalan-persoalan yang timbul dalam
masyarakat.
Persoalannya sekarang, sanggupkah HMI Cabang Ciputat dapat mempertahankan
pembangunan dan pengembangan “tradisi intelektual” tersebut secara terus
menerus walaupun seandainya tokoh-tokoh yang disebut di atas dipanggil Allah SWT lebih
dahulu. Hal ini pasti terjadi, seperti telah meninggalnya Prof. Dr. H.
Nurcholish Madjid beberapa waktu yang lalu.
Prospek HMI
Kini HMI Cabang Ciputat memasuki usia 50 tahun. Bagaimana masa depan HMI
Cabang Ciputat. Seperti diketahui secara nasional, saat ini HMI sedang
mengalami kemunduran sejak tahun 1980, seperti yang saya tulis dalam buku 44
Indikator Kemunduran HMI Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan Kembali HMI.
Kemunduran itu tidak terkecuali juga dialami HMI Cabang Ciputat.
Kemungkinan yang akan dialami HMI Cabang
Ciputat, adalah HMI dalam keadaan status quo, bahkan bisa bubar, kecuali ada
perubahan yang sagnat signifikan yang harus segera dilakukan sehingga HMI
Cabang Ciputat tetap eksis sebagaimana dikehendaki oleh segenap anggota dan
alumni HMI.
Oleh karena itu ke depan, agar HMI Cabang Ciputat tetap eksis harus
melakukan langkah – langkah yang sangat mendasar dengan kunci pokok:
1.
Segenap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI wajib
mengetahui, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam secara
utuh dan benar, sehingga setiap langkah, sikap, perbuatan dan perkatan, dapat
mencerminkan sebagai Muslim Sejati,
2.
Segenap anggota, aktivis, kader, dan perngurus HMI dapat
menjadi Uswatun Hasanah, serta dapat menjadi panutttan kapan dan di manapun
berada.
3.
Memiliki pengurus yang kuat. Kuat akidahnya, kuat
ibadahnya, kuat ilmunya, kuat sikap dan pendiriannya, kuat berpikir, kuat
konsep dan pemikiran, kuat idealisme-nya, dan kuat memegang amanah.
4.
HMI Cabang Ciputat dalam kondisi dan situasi apapun harus
selalu dalam keadaan solid.
5.
Melaksanakan pendidikan atau perkaderan yang dapat
melahirkan kader – kader HMI yang berkualitas. Karena para kader – kader inilah
yang kelak akan menjadi Pengurus HMI secara berkesinambungan, serta menjadi
calon pemimpin bangsa di masa mendatang.
6.
Segenap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI harus
memiliki integritas pribadi yang utuh.
7.
Segenap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI adalah
pribadi yang cinta ilmu pengetahuan sebagai ciri kader HMI. Buku adalah setitik
ilmu, buku adalah sumber pengetahuan dan sumber infiomasi, maka segenap
anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI, yang juga sebagai mahasiswa adalah
orang yang rajin membaca buku dan menulis
8.
HMI sebagai organisasi, yang berfungsi sebagai organisasi
perjuangan, wajib memiliki media, sebagai alat penghubung antara pengurus dan
anggota maupun dengan masyakat luas, serta sebagai alat, untuk melatih anggota-anggota HMI
menulis, guna menyampaikan berbagai pemikiran dan gagasannya
9.
HMI harus menjalin hubungan kerja sama, dengan semua
pihak yang setuju dan mendukung tujuan dan missi HMI dalam rangka mencapai
tujuan HMI.
10.
HMI harus memiliki dana serta sarana dan prasarana yang
cukup
Khatimah
Demikianlah kata sambutan yang disampaikan, semoga dapat disimak dengan
seksama serta bermanfaat dan berdayaguna bagi HMI. Dirgahayu HMI. Bahagia HMI
selalu untuk menggapai cita-citanya. Sekali
terjung ke gelanggang pantang mundur sebelum menang. Yakin Usaha Sampai –
YAKUSA.
Yakin Usaha Sampai... ^_^
BalasHapusMinta Cover Bukunya donk Kanda...
BalasHapus