Sabtu, 21 April 2012

ISO 9001:2008

ISO 9001:2008 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen Mutu / kualitas. ISO 9001:2008 menetapkan persyaratan - persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen mutu. ISO 9001:2008 bukan merupakan standar produk, karena tidak menyatakan persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah produk (barang atau jasa). ISO 9001:2008 hanya merupakan standar sistem manajemen kualitas. Namun, bagaimanapun juga diharapkan bahwa produk yang dihasilkan dari suatu sistem manajemen kualitas internasional, akan berkualitas baik (standar).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Quality Management Systems (ISO 9001:2008) adalah Merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek - praktek standar untuk manajemen sistem, yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu, dimana kebutuhan atau persyaratan tertentu tersebut ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi.

Manfaat Penerapan ISO 9001:2008 adalah :

• Meningkatkan Kepercayaan Pelanggan
• Jaminan Kualitas Produk dan Proses
• Meningkatkan Produktivitas perusahaan & “market gain”
• Meningkatkan motivasi, moral & kinerja karyawan
• Sebagai alat analisa kompetitor perusahaan
• Meningkatkan hubungan saling menguntungkan dengan pemasok
• Meningkatkan cost efficiency & keamanan produk
• Meningkatkan komunikasi internal
• Meningkatkan image positif perusahaan
• Sistem terdokumentasi
• Media untuk Pelatihan dan Pendidikan

ISO 9001 : 2008 berisi standard / elemen yang memungkinkan organisasi / industri dalam melakukan perbaikan yang berkesinambungan (Continual Improvement) pada :

• Proses yang terkait dengan pelanggan
• Sistem kepemimpinan / Leadership
• Manajemen sumber daya
• Perbaikan dan peningkatan proses
• Sistem manajemen
• Sistem perbaikan yang berkesinambungan
• Pengambilan keputusan yang factual
• Hubungan saling menguntungkan dengan pemasok

Untuk mengetahui lebih detail mengenai ISO 9001 hub. Chairul Irfani / Hp. 085710194041

Selasa, 17 April 2012

Membangun Peradaban Indonesia





Review buku "Renungan Bacharuddin Jusuf Habibie. Membangun Peradaban Indonesia. Setelah 10 Dasawarsa Kebangkitan Nasional, 10 Windu Sumpah Pemuda dan 10 Tahun Reformasi"
karya Firdaus Syam



"Sebuah peradaban adalah bentuk budaya paling tinggi dari suatu kelompok masyarakat yang dibedakan secara nyata dari makhluk-makhluk lainnya. Peradaban-peradaban tidak memiliki wilayah-wilayah, permulaan-permulaan dan akhir yang jelas. Peradaban itu menjadi entitas-entitas yang penuh arti, dan kadang terdapat batas-batas yang tajam dan nyata antara masing-masing peradaban." (Huntington)

"Abad ke 21 adalah abad ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang berarti abad sumber daya manusia. Hanya bangsa-bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang relatif berkualitas, dan menguasai Iptek yang akan bertahan hidup." (BJ.Habibie)

"Apa yang dimaksud Peradaban Indonesia, tidak lain adalah "Peradaban manusia yang hidup di atas bumi Indonesia. Mereka hidup secara damai, tentram dan sejantera." (BJ.Habibie)

"Suatu peradaban adalah bentuk yang lebih luas dari kebudayaan. Kebudayaan merupakan tema umum dalam kaitan dengan setiap rumusan peradaban. Utamanya, melalui dua agaman besar, Islam dan Kristen yang mempu menaungi kelompok-kelompok masyarakat yang berasal dari pelbagai suku bangsa." (Huntington)

"Kebudayaan nasional sebagai keseluruhan kolektif dari semua warga negara Indonesia yang bhineka, yang beraneka warna itulah yang merupakan kebudayaan nasional Indonesia dalam fungsinya untuk saling berkominikasi dan memperkuat solidaritas." (Koentjaraningrat)

"Kerendahan hati elit politik, seniman dan intelektual untuk bersedia mengenal, memahami, menghayati dan menyatukan diri dengan kehidupan, akan sangat membantu proses pembangunan kebudayaan nasional." (Soenarto)

"Kebhinekaan bangsa Indonesia bila masyarakatnya mau dan mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, pada dasarnya akan menuju mengembangkan suatu peradaban yang berkualitas tinggi yang memberikan ketentraman dalam kehidupan. Jika seorang mengatakan ada budaya Indonesia maka jawabnya adalah tidak ada dan tidak akan ada budaya Indonesia. Yang ada adalah budaya yang hidup di dalam bumi Indonesia yang dinamakan Benua Maritim Indonesia." (BJ. Habibie)

"Karena kebudayaan Indonesia yang dilandasi kebudayaan daerah berbeda dari kebudayaan Barat, kebudayaan Cina, dan kebudayaan manapun, di samping ada beberapa persamaannya, maka bangsa Indonesia berhak untuk membangun peradaban Indonesia, tanpa harus menjadi bagian dari peradaban lain di dunia. Peradaban Indonesia itu Peradaban Pancasila." (Sayidiman)

"Kebudayaan tidak hanya memerlukan kehidupan lahiriah yang maju dan menonjol, melainkan juga perlu ada kehidupan rohaniah yang mantap dan merata. Kehidupan beragama dilakukan oleh penduduk dengan penuh keimanan dan ketakwaan. Persatuan terpelihara dengan baik tanpa mengurangi hak dan kemampuan setiap unsur bangsa mengembangkan dirinya secara lahiriah dan batiniah." (Sayidiman)

"Tiga tiang peradaban yang diperlukan dan dikembangkan untuk Membangun Peradaban Indonesia yang maju, sejahtera, mandiri dan kuat itu adalah: Manusia-manusia Indonesia yang memiliki keunggulan yaitu : 'HO2', 'Hati' (Iman dan Takwa). 'Otak' (Ilmu Pengetahuan) dan 'Otot' (Teknologi)." (BJ. Habibie)

"Globalisasi dalam arti yang negatif adalah bila yang terjadi, bukan heterogenisasi, melainkan homogenisasi budaya dan gaya hidup dengan menempatkan nilai-nilai universal menjadi tereduksi oleh suatu kepentingan kekuatan dunia yang memang ingin memaksakan kehendak." (BJ. Habibie)

"Indonesia harus meningkatkan peradaban yang sejahtera, damai, dan tentram dibangun sumber daya manusia yang terampil memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbudaya dan bermoral yang berakar dari agama apa saja!." (BJ. Habibie)

Meng-Indonesia-kan Indonesia; Membangun Kembali Peradaban Indonesia[1]


 Oleh : Chairul Irfani [2]


D
i Nusantara ini pernah terwujud peradaban yang bagus dan besar. Karena itu tugas kita adalah membangun suatu bangsa yang rakyatnya hidup sejahtera, harmonis di antara semua suku bangsa dan agama, memanfaatkan karunia Tuhan dengan arif dan handal, hidup damai dengan alam yang diberikan Tuhan. Tidak justru merusak alam sehingga menimbulkan bencana bagi kita semua[3].
Bangsa Indonesia pada dasarnya memiliki sejarah peradaban yang maju pada zamannya. Jika ditilik dari sejarah, ketika Eropa masih hidup di zaman kegelapan pada abad pertengahan, pada 400 M di Kalimantan Timur sudah berdiri kerajaan Kutai dengan rajanya yang terkenal, Munawarman. Kemudian pada 520 M, berdiri kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat. Pada 640 M kerajaan Kalingga dan Mataram Hindu di Jawa Tengah, dan pada 700 M berdiri negara besar Sriwijaya. Mencapai puncak pada 1293, Majapahit menguasai Nusantara. Peradaban Hindu yang maju sudah berkembang di Nusantara.
Pada kurun waktu antara 650 M hingga 1250 M ada tiga wilayah perkembangan peradaban. Di Eropa berkembang Peradaban Nasrani, di Timur Tengah berkembang peradaban Islam, dan di Asia berkembang peradaban Hindu-Budha. Terjadi interaksi bahkan konflik antara tiga peradaban itu. Peradaban Islam berhasil membentuk dunia Islam, terbentang dari Spanyol hingga China. Selama 600 tahun Islam mewarnai peradaban dunia. Di belahan Barat mengungguli peradaban Nasrani, ke Timur mengungguli peradaban Hindu-Budha. Agama Islam masuk wilayah Nusantara sekitar 1450 M, dengan cepat membentuk peradaban Islam yang berpusat di Kesultanan Aceh dan Demak. Perubahan Hindu ke Islam berlangsung damai melalui proses akulturasi budaya. Peradaban Nusantara ditopang dengan kekayaan alamnya yang sangat berlimpah, terutama rempah-rempah yang menjadi komoditi utama perdagangan pada saat itu, selain itu letak geografis Nusantara pun sangat strategis (jalur perdagangan) menjadikan Nusantara pada saat itu semakin maju dari segi peradaban karena kemakmuran, kesejahteraan, dan kejayaan kerajaan-kerajaan yang ada pada saat itu. Hal tersebut membuat kawasan Nusantara dikenal oleh orang-orang Eropa. Alfonso de Albuquerque, tokoh inilah, yang mengenalkan Nusantara kepada orang-orang Eropa yang pada akhirnya mengakibatkan pada dimulainya kolonialisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda[4].
Indonesia, bersumber dari peradaban yang lama, luhur, bahwa bangsa Indonesia bukan bangsa budak, bukan bangsa yang patut dijajah. Bahwa bangsa Indonesia mempunyai pemuda-pemudi yang gagah berani yang berhasil mengusir penjajah dengan pengorbanan yang sangat besar dan menjadi bangsa yang merdeka setelah berjuang selama berabad-abad untuk lepas dari jerat kolonialisme Inggris, Spanyol, Perancis, Portugal, Belanda dan Jepang. Indonesiapun menjadi sebuah negara merdeka yang dibingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam perjalanannya, Indonesia mencoba membangun peradaban Indonesia dengan semangat peradaban yang pernah diraih Nusantara di masa lampau. Beberapa fase telah dilalui Indonesia untuk membangun peradaban tersebut, mulai dari fase proklamasi kemerdekaan, perang mempertahankan kemerdekaan[5], Demokrasi Parlementer[6], Demokrasi Terpimpin[7], Gerakan 30 September, Era Orde Baru[8], krisis ekonomi[9], dan terakhir fase Reformasi[10] tahun 1998 masih belum mampu menciptakan sebuah peradaban yang maju guna menciptakan sebuah kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Reformasi Jalan Di Tempat
Terhitung mulai tahun 1998 hingga 2012, reformasi Indonesia sudah berjalan 14 tahun.[11] Perubahan berupa kesejahteraan hidup belumlah tercapai, malah kemiskinan dan penderitaan terus mendera masyarakat. Harapan masyarakat kan kesejahteraan, tidak terlalu hirau dengan demokratisasi, liberalisasi, HAM, lingkungan hidup, dan lain-lain. Reformasi belum berhasil mengubah “kebiasaan” masyarakat Indonesia berupa korupsi. Rakyat terperanjat karena ternyata korupsi yang terjadi di Indonesia terjadi disemua lingkup dan lini bangsa ini. Menyalahgunakan wewenang sebagai jalan pintas menjadi kaya. Kolusi itulah pintu masuk korupsi dan nepotisme. Betapapun kecilnya kekuasaan dapat dimanfaatkan untuk korupsi. Jabatan, kekayaan, dan gelar akademis bisa dibeli dengan uang.
Menghadapi situasi negara seperti ini, khawatir gerakan reformasi yang telah berjalan ini akan sama dengan revolusi pada zaman Bung Karno dan pembangunan nasional pada zaman Soeharto. Keduanya gagal karena tidak kunjung mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Akankah reformasi mengalami nasib yang sama? Ini tantangan yang harus dihadapi.
Kegagalan reformasi juga disebabkan oleh para kaum reformis itu sendiri. Ibnu Mahmud Bilalludin (Ketua Presidium PP. MASIKA-ICMI) dalam sebuah tulisan “Konfigurasi Politik Masa Transisi Demokrasi”[12] menyebutkan bahwa membaca reformasi Indonesia adalah menangisi “penyerahan” pengelolaan negara pada penguasa zalim yang hanya mampu menuding dan menuduh. Para reformis hanya mempu secara ikhlas menyerahkan hak pengelolaan negara pada mereka yang tidak memiliki saham dalam gerakan reformasi. Terlebih, rumus perubahan sosial (transformasi sosial) mengatakan “kekuasaan walau segenggam masih lebih bermakna (untuk modal perubahan) dibanding berkarung-karung teori dan angan-angan.” Sebab itu, tanpa segenggam kekuasaan, apa yang dapat kaum reformis lakukan? Dengan menyerahkan hak kekuasaan dan hak pengelolaan negara pada para pembajak, sesungguhnya mereka menjadi aktor utama kehancuran bangsa. Sebab, mereka gagal menjadikan dirinya avatar yang seharusnya berhidup dalam perjuangan menegakkan keadilan, kesejahteraan dan kebenaran.

Indonesia-Ku Kini
Kemiskinan[13], pengangguran[14], ketimpangan ekonomi, kebodohan, rendahnya kualitas sumber daya manusia[15], pudarnya keunggulan sumber daya sosial khas bangsa Indonesia[16], degradasi kualitas sumber daya alam dan lingkungan, lemahnya daya saing, serta rendahnya posisi bangsa ini terhadap bangsa-bangsa lainnya ternyata terus berlangsung dan melekat dengan proses pembangunan nasional adalah gambaran umum Indonesia kini (saat ini).
Begitu pula dengan kondisi politik di Indonesia, kondisi politik Indonesia mengingatkan orang akan adagium politik klasik bahwa tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Perbedaan ideologi bukanlah masalah penting sejauh kepentingan politik, hukum dan ekonomi pejabat terlindungi. Politik telah kehilangan makna yang luhur dan cenderung di redusir menjadi siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana kekuasaan didapatkan. Hal ini sangat melenceng dari tujuan utama politik, yaitu bagaimana menciptakan kesejahteraan rakyat.
Politik sebagai tools atau alat seharusnya bisa dijadikan sebagai fondasi bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Melalui politik yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat inilah yang akan berdampak pula terhadap segi-segi kehidupan lainnya. Mampu menopang perekonomian nasional, tegaknya hukum Indonesia, sosial kemasyarakatan yang harmonis, sistem pendidikan yang berkualitas dan merata, dan terhadap isu-isu lainnya seperti HAM, gender, budaya, kesehatan, lingkungan, tekhnologi, pergaulan internasional dan lain sebagainya.
Rakyat Indonesia masih mendambakan terwujudnya cita-cita dan tujuan bangsa untuk menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sesuai dengan sisi Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Saat ini sangat relevan bagi segenap bangsa Indonesia untuk kembali mendalami cita-cita dan tujuan leluhur kemerdekaan seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 karena negara serta masyarakat Indonesia masih dihadapkan kepada persoalan dan permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan diatas sebelumnya.
Pengalaman dan kinerja pembangunan nasional, paling tidak setelah reformasi tahun 1998, belum cukup untuk membangkitkan kesadaran dan komitmen bangsa. Mestinya dengan kepeloporan semua pihak yang pernah dipercaya rakyat untuk memimpin negara ini melakukan perubahan atau koreksi mandasar terhadap strategi dan kebijakan serta program pembangunan nasional.
Belajar dari pergerakan dan pengalaman membangun Indonesia selama lebih dari 66 tahun dan harapan serta cita-cita menjadi bangsa yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, maka diperlukan suatu reorientasi, penekanan dan penajaman kembali strategi dan kebijakan pembangunan yang dapat menempatkan posisi sentral cita-cita yaitu kedaulatan dan keadilan diseluruh bidang kehidupan negara serta masyarakat menjadi kenyataan. Reorientasi, penekanan dan penajaman kembali paradigma pembangunan nasional ini sudah mendesak untuk ditetapkan dan dilaksanakan.

Platform Membangun Kembali Indonesia[17]
Melihat keadaan Indonesia di atas, untuk memulai pembangunan kembali bangsa dan negara diperlukan beberapa agenda dasar atau platform yang sifatnya mendesak.
1.      Mewujudkan good governance pada semua lapisan pengelolaan negara
2.      Menegakkan supremasi hukum dengan konsisten dan konsekuen
3.      Melaksanakan Rekonsiliasi Nasional:
a.       menarik pelajaran pahit dari masa lalu dengan tekad tidak mengulanginya
b.      menatap masa depan dengan pendamaian dan penyatuan seluruh kekuatan bangsa
c.       menegaskan garis pemisah antara masa lalu dan masa mendatang
4.      Merintis Reformasi Ekonomi dengan mengutamakan pengembangan kegiatan produktif dari bawah
5.      Mengembangkan dan memperkuat pranata-pranata demokrasi : kebebasan sipil (khususnya kebebasan pers dan akademik), pembagian tugas dan wewenang yang jelas antara pemerintahan, perwakilan, dan pengadilan
6.      Meningkatkan ketahanan dan keamanan nasional dengan membangun harkat dan martabat personil dan pranata TNI dan Polri dalam bingkai demokrasi
7.      Memelihara keutuhan wilayah negara melalui pendekatan budaya, peneguhan ke-Bhineka-an dan ke-Eka-an, serta pembangunan otonomisasi
8.      Meratakan dan meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Nusantara[18]
9.      Mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat sebagai tujuan bernegara
10.  Mengambil peran aktif dalam usaha bersama menciptakan perdamaian dunia
Platform membangun kembali Indonesia yang berisi sepuluh langkah strategis pembangunan nasional yang dirumuskan oleh Nurcholish Madjid pada tahun 2003. Sudah hampir 9 tahun berlalu sejak Cak Nur[19] merumuskan platform membangun kembali Indonesia namun hal tersebut dirasa masih relevan untuk sekarang dan waktu yang akan datang. Cak Nur mencoba merumuskan pengelolaan dan pembangunan negara yang kontekstual sesuai kondisi objektif negara serta visioner untuk menyongsong masa depan Indonesia yang gemilang.
Platform pertama dan utama yang harus dilakukan adalah mewujudkan good governence atau kepemerintahan yang baik. Reformasi kehidupan berbangsa dan bernegara memang harus dimulai dari reformasi birokrasi. Birokrasi Indonesia harus efektif dan efesien bebas dari KKN, profesional dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat. Langkah berikutnya adalah penegakan hukum yang selama ini diabaikan. Tanpa penegakan hukum yang kuat dan adil, tatanan negara bisa rusak. Sistem penegakan hukum di Indonesia sangat lemah dan menyedihkan karena penegak hukum ada yang melanggar hukum.
Suasana kehidupan bangsa yang rawan konflik supaya diakhiri dengan melaksanakan rekonsiliasi nasional. Dengan menyatukan seluruh kekuatan bangsa, bergerak maju mewujudkan Indonesia yang tentram dan damai. Dambaan seluruh masyarakat adalah kehidupan yang sejahtera. 66 tahun Indonesia merdeka tetapi rakyat masih menderita, miskin dan tertinggal. Karena itu reformasi ekonomi supaya terus ditingkatkan. Indonesia juga masih berjuang untuk menciptakan negara yang demokratis. Untuk itu struktur dan kultur demokrasi supaya diperkuat. Struktur demokrasi sudah ditegakkan tetapi kultur atau budaya demokrasi belum demokratis.
Agar masyarakat bisa hidup dan bekerja dengan baik, sangat diperlukan keamanan dan ketentraman. Diciptakan stabilitas nasional yang kondusif bagi masyarakat dan aparatur negara untuk bekerja secara optimal. Indonesia yang aman dan damai juga sangat diperlukan bagi upaya mewujudkan Indonesia yang bersatu dalam kerangka NKRI. Pemerintah pusat yang kuat didukung oleh pemerintah daerah yang terjalin dalam sisitem desentraslisasi berupa otonomi daerah.
Membangun negara Indonesia yang maju dan sejahtera sangat diperlukan SDM yang berkualitas. Itulah sebabnya pendidikan nasional menjadi priorotas utama. Penduduk Indonesia yang banyak jumlahnya jangan menjadi beban melainkan menjadi pendukung dan modal bangsa guna mencapai kesejahteraan. Sejajar dengan upaya pendidikan, diselaraskan pula dengan keadilan sosial. Rakyat yang cerdas dan negara yang adil merupakan jalan lurus menuju masyarakat adil dan makmur. Platform terakhir adalah ikut aktif menciptakan perdamaian dunia, agar Indonesia menjadi negara terhormat dan berwibawa dalam pergaulan internasional.
Platform membangun Indonesia yang digagas oleh Cak Nur tersebut merupakan strategi pembangunan nasional yang tepat dan operasional. Namun keberhasilan pelaksanaannya sangat ditentukan pada faktor manusia. Kondisi Indonesia saat ini sedang dalam krisis moral. Korupsi, terpinggirkannya budi pekerti, ucapan yang selalu berbeda dengan tindakannya, keserakahan akan kekuasaan, dan lain-lain. Disamping itu, sesungguhnya bangsa Indonesia memiliki semua potensi untuk maju tetapi masih terhalang oleh krisis moral yang melanda masyarakat Indonesia. Pengalaman sejarah menunjukkan Romawi yang jaya runtuh karena krisis moral, begitu pula kerajaan-kerajaan besar lain bisa hancur bukan karena diserang musuh tetapi karena krisis moral yang dialami.

Membangun Peradaban di Indonesia
Ilmu Pengetahun dan Tekhnologi (Iptek), menjadi inti peradaban zaman modern. Dengan iptek kita mampu mengelola dan memanfaatkan alam bagi kesejahteraan hidup. Kaum Nasrani, Hindu dan Budha telah berhasil belajar dan memanfaatkan alam, sedangkan umat Islam (yang menjadi mayoritas penduduk bangsa Indonesia) masih tertinggal dibelakang. Dewasa ini umat Islam merupakan kaum yang paling rendah penguasaan iptek, tidak terkecuali Indonesia, sehingga belum mampu membangun peradaban yang maju. Karenanya tidak ada jalan lain kalau bangsa Indonesia ingin maju harus menguasai iptek secara luas dan mendalam[20].
Kunci penguasaan iptek itu adalah ilmu filsafat. Umat Islam klasik dulu belajar ilmu filsafat dari bangsa Yunani. Filsafat Yunani diangkat derajat dan kegunaannya dengan nilai-nilai Islam dan dikembangkan untuk menciptakan tekhnologi. Peradaban yang dipelopori umat Islam dan dilanjutkan oleh dunia Barat telah berhasil membangun peradaban manusia seperti yang terlihat sekarang. Peradaban manusia itu akan terus berkembang maju. Bangsa Indonesia yang tengah membangun ini hendaknya bertolak pada landasan filosofi yang tepat. Pendekatan rasional sekaligus spiritual seperti diamanatkan Pancasila, dasar dan ideologi negara. Pancasila adalah falsafah dan pandangan hidup, yang upaya pelaksanaannya dianalisis secara filsafati untuk selanjutnya menjadi ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila yang merupakan pelaksanaan filsafat Pancasila akan menjadi doktrin yang membimbing pembangunan peradaban bangsa Indonesia. Setelah Pancasila menjadi ideologi akan memiliki daya mengikat dan operasional secara publik dan secara budaya dalam masyarakat.
Bertolak dari tingkat peradaban masyarakat di Nusantara serta mengacu pada kejayaan peradaban Islam klasik, bangsa Indonesia memiliki peluang besar membangun peradaban yang tinggi. Pada tahun 400 M telah berdiri kerajaan Hindu di Kutai Kalimantan Timur dengan rajanya yang terkenal, Munawarman, disusul kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Sriwijaya tampil pada 700 M menjadi kerajaan Budha yang besar dan berpengaruh dikawasan Asia Tenggara. Berbarengan dengan Sriwijaya, di Jawa Tengah berdiri dengan megah kerajaan Mataram Kuno. Candi Dieng, Borobudur dan Prambanan merupakan bukti yang tidak dapat dipungkiri. Pada abad 8 kerajaan-kerajaan Nusantara pindah ke Jawa Timur dengan berdirinya kerajaan Kahuripan dengan rajanya yang terkenal Airlangga. Dilanjutkan dengan kerajaan Dhoho, Kediri dengan rajanya Prabu Jayabaya. Kerajaan Kediri surut disambung dengan kerajaan Singosari dan tampilnya kejayaan Nusantara dibawah kekuasaan Majapahit tahun 1293 M. Majapahit bertahan hingga 1520 M untuk dilanjutkan oleh kerajaan Islam, Demak Bintara. Nusantara memasuki kerajaan Islam yang berlangsung hingga zaman kemerdekaan sejak 1945. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang teruji ketahanan dan kekuatannya. Ditempa oleh sejarah perjuangan yang panjang, kaya budaya, sumber daya alam, sumber daya manusia yang jika dikelola dengan baik Indonesia akan menjadi bangsa besar.
Ada dua hal mendasar dalam upaya membangun Indonesia yang berperadaban tinggi, yaitu pertama perubahan mindset atau pola pikir bangsa, terutama character building agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan kedua membangkitkan etos keilmuan guna menguasai filsafat dan iptek yang dibarengi pula dengan 10 platform membangun kembali Indonesia yang telah dijabarkan seperti diatas. Membangun Indonesia yang berperadaban tinggi, merintis pembentukan peradaban Indonesia yang maju dan sejahtera, mewujudkan bangsa Indonesia yang bermartabat dan terhormat. Berbekal aset bangsa yang besar, kita melangkah kedepan menuju peradaban baru Indonesia.

Ciputat, 04 April 2012


[2] Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Cabang Ciputat Periode 2011-2012.
[3] Mengutip Prabowo Subianto dalam sebuah pengantar pada buku Membangun Kembali Indonesia Raya; Haluan Baru Menuju Kemakmuran.
[4] Pada saat itu, Eropa mulai bangkit, keluar dari abad kegelapan memasuki era pembaharuan yang disebut Renaissance. Renaissance adalah perubahan mindset dan culturalcet menuju masyarakat yang rasional dan maju. Sejak adab ke 14 bangkit menguasai filsafat yang melahirkan iptek, sampai pada puncaknya memasuki masa pencerahan pada abad ke 18. Tampil para filsuf dan cendekiawan mengembangkan ilmu pengetahuan. Secara cepat dan pasti Eropa berhasil membentuk peradaban baru yang maju menuju zaman modern. Revolusi industri semakin melancarkan bangsa-bangsa Eropa menjadi kuat dan menaklukkan dunia melalui proses kolonialisme.
[5] Pasca proklamasi Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Belanda terus mencoba menjajah Indonesia. Perang dalam rangka mempertahankan kemerdekaan NKRI ini berlangsung dari tahun 1946 – 1949. Setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
[6] Demokrasi Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
[7] Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
[8] Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
[9] Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia, disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat.
[10] Era Reformasi ditandai dengan runtuhnya rezin otoriter Soeharto. Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
[11] Dalam sejarah reformasi Indonesia pada tahun 1998, mahasiswa tercatat berperan besar sebagai motor penggerak perubahan. Sekitar decade 90-an ada beberapa kondisi yang melatarbelakangi bergairahnya kembali gerakan mahasiswa yang sebelumnya lama dalam keadaan tiarap akibat represi rezim. Pertama ekses dari karakter pendidikan politik yang tertutup dan kurang logis. Karakter pendidikan semacam ini merupakan lahan yang subur bagi tumbuhnya ketidakpuasan dan kekecewaan politik dikalangan kaum muda dan mahasiswa. Kedua, ekses dari politik pembangunan Orde Baru. Politik pembangunan merupakan lahan yang subur bagi tumbuhnya banyak pertanyaan tentang ketidakadilan. Kaum muda dan mahasiswa yang peduli terhadap kelompok masyarakat yang terpinggirkan akibat politik pembangunan terus melakukan kajian secara aktif dan intensif, turun kejalan dan meneriakkan perlunya demokrasi ditumbuhkan. Ketiga, kegelisahan mehasiswa melihat kehendak stabilitas politik dan ekonomi Orde Baru yang begitu kuat dan menuntut biaya sosial yang besar. Ditengah situasi seperti inilah, mahasiswa dipaksa untuk berpikir dan bersikap kritis terhadap kebijakan tersebut.
[12] Epilog sebuah buku yang berjudul Gerakan Aktivis Muda
[13] Dalam sepuluh tahun terakhir sejak krisis ekonomi tahun 1998, jumlah orang miskin rata-rata bertengger diatas 35 juta orang atau dalam persentase lebih dari 15% atau sekitar satu dari enam orang penduduk Indonesia adalah orang miskin (Badan Pusat Statistik)
[14] Dalam lima tahun terakhir ini, dari jumlah angkatan kerja yang rata-rata sekitar 100 juta orang, rata-rata 10% adalah menganggur, atau rata-rata sekitar 10 juta orang menganggur atau satu daru sepuluh angkatan kerja adalah menganggur. Bahkan yang lebih menyesakkan lagi, sebagian besar penganggur adalah mereka yang telah menamatkan pendidikan tingkat atas (lebih dari 40%, BPS, 2008)
[15] Kualitas sumber daya manusia nasional masih relative rendah dan relatif lambat meningkat. Kondisi tersebut tercermin dari posisi Indonesia yang masih hanya berada pada tingkat 107 dari 177 negara dalam hal pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM/Human Development Index, UNDP)
[16] Semangat gotong royong, bangsa yang ramah serta religius adalah salah satu gambaran sumber daya sosial khas bangsa Indonesia. Hal tersebut semakin pudar dengan semakin maraknya aksi-aksi anarkis, baik dengan kedok suku, budaya, strata sosial, agama, dan lain sebagainya.
[17] Diambil dari buku Indonesia Kita karya Prof. Dr. Nurcholish Madjid dan buku Wasiat Sang Begawan; Pesan-Pesan Nurcholish Madjid  karya Solichin. Gagasan platform  membangun kembali Indonesia dicetuskan oleh Nurcholish Madjid pada tahun 2003 yang berisi mengenai 10 agenda dasar yang mendesak untuk membangun kembali Indonesia yang pada saat itu sedang mengalami degradasi dalam berbagai bidang, baik politik, hukum, sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain.
[18] Berkenaan dengan pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan, didalamnya mencakup sebagai investasi modal manusia, masalah penelitian, masalah pendidikan agama, tentang pendidikan perempuan, kesehatan sebagai pendidikan dan mengenai tentang pendidikan lingkungan
[19] Cak Nur adalah sapaan Nurcholish Madjid
[20] Dalam buku Kakilangit Peradaban Islam karya Prof. Dr. Nurcholish Madjid