Kamis, 08 Desember 2011

Indonesia dalam Menghadapi AFTA

Berbicara mengenai apakah Indonesia akan diuntungkan dengan adanya AFTA jelas bisa menguntungkan. Sesuai dengan tujaun dibentuknya AFTA, yaitu meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam tujuan tersebut yang menjadi sorotan adalah meningkatkan daya saing. Dalam hal ini diperlukan peningkatan kemampuan internal terutama berkaitan dengan daya saing ekonomi nasional agar mampu merespons peluang pasar bebas ASEAN.

Daya saing ekonomi nasional kita masih dibawah Singapura, Malaysia, dan Thailand, ini membuktikan belumlah cukup baik dan belum terlalu siap untuk menghadapi AFTA. Disamping beberapa hal yang terkait daya saing, masalah utama dalam menjalankan bisnis di Indonesia adalah infrastruktur buruk, ketidakefesienan birokrasi, keterbatasan akses pendanaan, kebijakan tidak stabil, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kondisi tersebut dapat menyebabkan turunnya minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan pun akan menjadi semakin sepi jika keadaan tersebut tidak cepat-cepat diperbaiki oleh pemerintah yang berperan sebagai pemegang regulator.

Lalu, apakah konsumen akan di untungkan dengan adanya AFTA? Dilihat dari segi ini, jelas konsumen akan sangat diuntungkan. Negara-negara ASEAN akan bersaing dalam hal pengembangan seluruh produk, ekspor-impor akan terus ditingkatkan. Terlebih dengan dijadikannya China sebagai bagian dari anggota AFTA non-ASEAN. Sama-sama telah kita ketahui, produk-produk China seperti sedang mengekspansi pasar dikawasan Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Dengan mutu yang berkualitas, harga terjangkau, menjadikan konsumen dapat dengan mudah mendapatkan produk yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, dan produk yang beragam. Apalagi tingkat konsumsi yang semakin naik, pasca krisis global yang melanda seluruh dunia.

Keikutsertaan pemerintah dalam perdagangan di Indonesia jelas sangat diperlukan. Perannya sebagai regulator menjadi sangat dibutuhkan sebagai sistem demokrasi di Indonesia. Tetapi pemerintah, sebagai pengambil kebijakan, pemerintah pun harus meminta masukan kalangan dunia usaha, agar antara pemerintah sebagai regulator dan kalangan dunia usaha dapat melakukan langkah bersama, menghadapi era persaingan bebas di kawasan ASEAN.

Manajemen, Kontroler, dan Akuntansi Biaya


Manajemen terdiri atas tiga kelompok: manajemen operasi, manajemen tingkat menengah, dan manajemen eksekutif. Dalam manajemen terdapat banyak aktivitas, termasuk mengambil keputusan, memberikan perintah, menetapkan kebijakan, menyediakan tugas dan imbalan, serta memperkerjakan orang-orang untuk melaksanakan kabijakan. Manajemen menetapkan tujuan yang akan dicapai dengan mengintergasikan pengetahuan dan keterampilannya dengan kemampuan karyawan.

Perencanaan merupakan konstruksi dari suatu program operasional terinci yang merupakan proses merasakan kesempatan maupun ancaman eksternal, menentukan tujuan yang diinginkan, dan menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan yang efektif membutuhkan partisipasi dan koordinasi dari semua bagian dalam suatu entitas. Terdapat tiga jenis rencana yang dapat diidentifikasikan dalam entitas bisnis: rencana strategik, rencana jangka pendek, dan rencana jangka panjang. Perencanaan mencakup penentuan tujuan perusahaan, yang merupakan target atau hasil yang terukur.

Pengorganisasian adalah penetapan kerangka kerja dalam aktivitas yang akan dilakukan. Dalam pengorganisasian dibutuhkan penyatuan bagian-bagian agar menjadi struktur yang terkoordinir.
Pengendalian adalah usaha sistematis manajemen untuk mencapai tujuan.

Suatu bagan organisasi menunjukkan posisi manajemen utama dari suatu entitas: membantu untuk mendefinisikan wewenang, tanggung jawab, dan akuntabilitas, serta penting dalam mengembangkan suatu sistem akuntansi biaya yang dapat melaporkan tanggung jawab dari para individu. Pengembangan organisasi suatu perusahaan yang terkoordinir dengan sistem biaya dan anggaran mengarah pada pendekatan terhadap akuntansi dan pelaporan yang disebut sebagai akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting).

Kontroler adalah manajer eksekutif yang bertanggungjawab atas fungsi akuntansi. Kontroler mengkoordinasikan partisipasi menajemen dalam perencanaan dan pengendalian pencapaian tujuan, dalam menentukan efektivitas dari kebijakan, dan dalam menciptakan struktur dan proses organisasi. Kontroler juga bertanggung jawab untuk melakukan observasi atas metode perencanaan dan pengendalian di seluruh perusahaan dan untuk mengusulkan perbaikan atas metode-metode tersebut.

Kompensasi Sebagai Motivator Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, suatu perusahaan tentunya membutuhkan berbagai sumber daya, seperti modal, material dan mesin. Perusahaan juga membutuhkan sumber daya manusia, yaitu para karyawan. Karyawan merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan, karena memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya, sumber daya manusia juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja. Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa kesediaan karyawan untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, dan waktunya, sebenarnya mengharapkan adanya imbalan dari pihak perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhannya.
 
Menurut Schuler dan Jackson (1999), Mondy, et al. (1999), Schermerhorn, et al. (1998), Robbins (1996), dan Siagian (1995), pada prinsipnya imbalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima karyawan untuk dirinya sendiri. Imbalan ekstrinsik mencakup kompensasi langsung, kompensasi tidak langsung dan imbalan bukan uang. Termasuk dalam kompensasi langsung antara lain adalah gaji pokok, upah lembur, pembayaran insentif, tunjangan, bonus; sedangkan termasuk kompensasi tidak langsung antara lain jaminan sosial, asuransi, pensiun, pesangon, cuti kerja, pelatihan dan liburan. Imbalan bukan uang adalah kepuasan yang diterima karyawan dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau fisik dimana karyawan bekerja. Imbalan bukan uang juga penting untuk diperhatikan oleh perusahaan, misalnya mengenai rasa aman. Selain itu pemberian simbol status pun sangat penting. Menurut Siagian (1995), status merupakan faktor motivasional yang penting, sebab status dipandang sebagai peringkat prestise seseorang dalam suatu organisasi, seperti jabatan, pangkat dan fasilitas yang diperoleh.

I.        Kompensasi Total
Menurut Gomez-Mejia, et al., (1995); Schuler dan Jackson (1999); serta Luthans (1998), kompensasi total dapat diklasifikasikan dalam tiga komponen utama, yaitu: Pertama, Kompensasi Dasar yaitu kompensasi yang jumlahnya dan waktu pembayarannya tetap, seperti upah dan gaji. Kedua, Kompensasi Variabel merupakan kompensasi yang jumlahnya bervariasi dan/atau waktu pembayarannya tidak pasti.  Ketiga, adalah Benefit atau seringkali juga disebut Indirect Compensation (kompensasi tidak langsung). Termasuk dalam komponen ini adalah (1) perlindungan umum, seperti jaminan sosial, pengangguran dan cacat; (2) perlindungan pribadi dalam bentuk pensiun, tabungan, pesangon tambahan dan asuransi; (3) pembayaran saat tidak bekerja seperti pada waktu mengikuti pelatihan, cuti kerja, sakit, saat liburan, dan acara pribadi; (4) tunjangan siklus hidup dalam bentuk bantuan hukum, perawatan orang tua, perawatan anak, program kesehatan, dan konseling.

I.        Tujuan Kompensasi

Menurut Schuler dan Jackson (1999) kompensasi dapat digunakan untuk :
1.  Menarik orang-orang yang potensial atau berkualitas untuk bergabung dengan perusahaan. Dalam hubungannya dengan upaya rekrutmen, program kompensasi yang baik dapat membantu untuk mendapatkan orang yang potensial atau berkualitas sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan karena orang-orang dengan kualitas yang baik akan merasa tertantang untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, dengan kompensasi yang dianggap layak dan cukup baik.

2.  Mempertahankan karyawan yang baik. Jika program kompensai dirasakan adil secara internal dan kompetitif secara eksternal, maka karyawan yang baik (yang ingin dipertahankan oleh perusahaan) akan merasa puas. Sebaliknya, apabila kompensai dirasakan tidak adil maka akan menimbulkan rasa kecewa, sehingga karyawan yang baik akan meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu agar dapat mempertahankan karyawan yang baik, maka program kompensasi dibuat sedemikian rupa, sehingga karyawan yang potensial akan merasa dihargai dan bersedia untuk tetap bertahan di perusahaan.

3.    Meraih keunggulan kompetitif. Adanya program kompensasi yang baik akan memudahkan perusahaan untuk mengetahui apakah besarnya kompensasi masih merupakan biaya yang signifikan untuk menjalankan bisnis dan meraih keunggulan kompetitif. Apabila sudah tidak signifikan lagi, maka perusahaan mungkin akan beralih dengan menggunakan sistem komputer dan mengurangi jumlah tenaga kerjanya atau berpindah ke daerah yang tenaga kerjanya lebih murah.

4.   Memotivasi karyawan dalam meningkatkan produktivitas atau mencapai tingkat kinerja yang tinggi. Dengan adanya program kompensasi yang dirasakan adil, maka karyawan akan merasa puas dan sebagai dampaknya tentunya akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.

5.     Melakukan pembayaran sesuai aturan hukum. Dalam hal ini kompensasi yang diberikan kepada karyawan disesuaikan dengan aturan hukum yang berlaku. Contoh, sesuai peraturan pemerintah patokan minimal pemberian upah yang berlaku saat ini adalah sebesar UMR (upah minimum regional), maka perusahaan harus memberikan kompensasi kepada karyawannya minimum sebesar UMR tersebut.

6.  Memudahkan sasaran strategis. Suatu perusahaan mungkin ingin menjadi tempat kerja yang menarik, sehingga dapat menarik pelamar-pelamar terbaik. Kompensasi dapat digunakan oleh perusahaan untuk mencapai sasaran ini dan dapat juga dipakai untuk mencapai sasaran strategis lainnya, seperti pertumbuhan yang pesat, kelangsungan hidup dan inovasi.

7.      Mengokohkan dan menentukan struktur. Sistem kompensasi dapat membantu menentukan struktur organisasi, sehingga berdasarkan hierarhi statusnya, maka orang-orang dalam suatu posisi tertentu dapat mempengaruhi orang-orang yang ada di posisi lainnya.


I.        Dasar Perhitungan Kompensasi

Menurut Gomez-Mejia, et al. (1995), dasar perhitungan kompensasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu menggunakan pendekatan pekerjaan atau jabatan (job-based approaches) dan menggunakan pendekatan keterampilan (skill-based approaches). Pendekatan pekerjaan atau jabatan mengasumsikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan oleh orang yang dibayar untuk jabatan tertentu, sedangkan pendekatan keterampilan mengasumsikan bahwa karyawan tidak dibayar karena jabatan yang disandangnya, tetapi lebih pada kemampuannya untuk menyelesaikan tugas.

1.      Kompensasi berdasarkan jabatan atau pekerjaan.
Ada tiga komponen kunci untuk mengembangkan rencana kompensasi berdasarkan jabatan. Pertama, mewujudkan keadilan internal melalui evaluasi jabatan; kedua, mewujudkan keadilan eksternal melalui survei pasar; dan ketiga, mencapai keadilan individu.

2.      Kompensasi berdasarkan keterampilan.
Menurut Bridges (1994), Murlis dan Fitt (1991) dalam Schuler dan Jackson (1999), pendekatan-pendekatan kompensasi berdasarkan jabatan yang konvensional:
a.   mendukung organisasi hierarkis kaku yang menekan motivasi serta kreativitas karyawan
b.  beranggapan bahwa orang adalah komoditas yang dapat dibentuk untuk “cocok dengan” peran-peran yang telah ditentukan
c. tidak cocok untuk organisasi yang lebih ramping saat ini, dimana tim-tim kecil dan fleksibel yang terdiri dari orang-orang dengan aneka keterampilan secara ekonomis lebih masuk akal dari pada sejumlah individu dengan satu keterampilan
d. tidak cocok dalam sektor jasa, dimana keberhasilan masa depan terletak pada pengetahuan yang dimiliki pekerja ketimbang jabatan yang diberikan kepada mereka

Menurut Dessler (2000) terdapat empat perbedaan antara kompensasi berdasarkan keterampilan (skill-based pay) dan kompensasi berdasarkan pekerjaan atau jabatan (job-based pay) yaitu: tes kompetensi, efek perubahan jabatan, senioritas, dan peluang promosi.
I.        Kepuasan Terhadap Kompensasi

Ada dua faktor penentu kepuasan terhadap kompensasi yang biasanya digunakan oleh karyawan yaitu rasa keadilan dan harapan (Siagian, 1995).

1.      Keadilan Kompensasi
Konsep keadilan mengacu pada berapa kompensasi yang diyakini karyawan pantas ia dapatkan dalam hubungannya dengan berapa kompensasi yang pantas didapatkan oleh orang lain. Seorang karyawan cenderung menentukan berapa besar kompensasi yang pantas diperolehnya atau yang orang lain peroleh dengan membandingkan antara yang telah mereka berikan kepada perusahaan dan apa yang telah mereka dapatkan dari perusahaan. Jika menurut mereka tukar menukar ini adil atau sebanding, mereka mungkin akan merasa puas. Namun jika mereka menganggapnya tidak adil, mereka mungkin akan merasa tidak puas (Schuler dan Jackson, 1999).

Sedangkan menurut Siagian (1995), mengenai keadilan dapat dinilai dari tiga faktor pembanding, yaitu diri sendiri, sistem yang berlaku dan orang lain. Memang menggunakan diri sendiri sebagai faktor pembanding merupakan cara yang subyektif, karena tujuan, harapan, cita-cita dan persepsi sendiri tentang berbagai jenis kebutuhanlah yang menjadi kriteria. Meskipun demikian, pimpinan perusahaan perlu juga mempertimbangkan persepsi seorang karyawan mengenai dirinya sendiri, karena kemungkinan persepsi karyawan tentang dirinya sendiri mengandung suatu kebenaran juga.

2.      Harapan Karyawan Terhadap Kompensasi
Menurut Schuler dan Jackson (1999), biasanya orang akan membandingkan besarnya kompensasi yang diterimanya dengan jumlah yang mereka yakini semestinya mereka terima. Mereka akan puas apabila tingkat kompensasi “yang semestinya” sebanding dengan tingkat kompensasi aktual, atau tidak puas apabila tingkat kompensasi aktual lebih kecil daripada tingkat kompensasi “yang semestinya”. Sedangkan Siagian (1995) menyebut tingkat kompensasi ini dengan istilah harapan. Mengenai harapan, dapat dikatakan bahwa setiap karyawan dalam pikirannya sudah mempunyai gambaran atau mungkin bahkan keputusan tentang jumlah kompensasi yang layak diterimanya berdasarkan pertimbangan pendidikan, pengetahuan, keterampilan, sifat pekerjaan, besarnya tanggung jawab, dan besarnya wewenang. Disamping itu, harapan biasanya juga dikaitkan dengan kebutuhan ekonomisnya, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, perumahan, biaya pendidikan anak, jumlah tanggungan dan status sosialnya di masyarakat. Jadi, harapan didasarkan pada keinginan karyawan agar kompensasi yang diterima dari perusahaan memungkinkannya untuk memuaskan berbagai kebutuhannya secara wajar. Apabila kompensasi yang diterima ternyata tidak sesuai dengan harapannya, maka karyawan menjadi tidak puas.
 
I.        Hubungan Kompensasi dengan Peningkatan Kinerja Karyawan

Menurut Nitisemito (1996) pengaruh kompensasi terhadap karyawan sangatlah besar. Semangat kerja yang tinggi, keresahan dan loyalitas karyawan banyak dipengaruhi oleh besarnya kompensasi. Pada umumnya, pemogokan kerja yang sering terjadi di negara kita ini, sebagian besar disebabkan karena masalah upah. Pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan, sebenarnya dalam kondisi tertentu dapat meningkatkan kinerja karyawan, disamping dapat pula membuat karyawan frustasi. Bagi karyawan yang memang memiliki keterampilan yang dapat diandalkan, maka pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan akan dapat meningkatkan kinerja, sebaliknya bagi karyawan yang tidak memiliki keterampilan dan tidak mempunyai kemampuan untuk meningkatkan keterampilannya, maka sistem pemberian kompensasi ini dapat mengakibatkan frustasi. Dikaitkan dengan teori pengharapan, maka pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan akan memotivasi karyawan, sebab dalam teori pengharapan dikatakan bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerahkan usahanya dengan lebih baik lagi apabila karyawan merasa yakin, bahwa usahanya akan menghasilkan penilaian prestasi yang baik. Penilaian yang baik akan diwujudkan dengan penghargaan dari perusahaan seperti pemberian bonus, peningkatan gaji atau promosi dan penghargaan itu dapat memuaskan karyawan.

Menurut Robbins (2001), kompensasi berdasarkan keterampilan adalah sesuai dengan teori ERG (Existence, Relatedness and Growth theory) dari Alderfer, sebab sistem pembayaran ini dapat mendorong karyawan untuk belajar, meningkatkan keterampilannya dan memelihara keterampilannya. Hal ini dapat diartikan, bahwa bagi karyawan yang ingin memenuhi kebutuhannya dengan lebih baik, maka pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan akan menjadi pendorong baginya untuk lebih meningkatkan keterampilan, agar memperoleh kompensasi yang lebih tinggi, sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi.

Dikaitkan dengan teori kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement theory), pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan juga sesuai, sebab sistem pembayaran kompensasi ini dapat akan mendorong karyawan untuk bekerja lebih efisien, mau mempelajari keterampilan yang baru atau berusaha meningkatkan keterampilannya, sehingga siap menghadapi tantangan baru.

Dalam kaitannya dengan teori penguatan (reinforcement theory), pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan akan mendorong karyawan untuk belajar secara kontinyu, mengembangkan keterampilannya, dan dapat bekerja sama dengan anggota lain dalam perusahaan. Semakin berkembang keterampilan yang dimiliki, maka akan semakin besar pula kompensasi yang akan diterimanya.

Sistem pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan juga sesuai dengan teori keadilan (equity theory) yang membandingkan antara prestasi yang dicapai dengan kompensasi atau penghargaan yang diberikan oleh perusahaan. Apabila prestasi karyawan sebanding dengan penghargaan yang diberikan oleh perusahaan, maka motivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya dapat dioptimalkan. Jadi dengan kata lain, bila kompensasi yang diberikan sesuai dengan keadilan dan harapan karyawan, maka karyawan akan merasa puas dan termotivasi untuk terus meningkatkan kinerjanya.

Agar karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya, sebaiknya perusahaan menggunakan keterampilan sebagai dasar perhitungan kompensasi. Kepada karyawan juga perlu dijelaskan bahwa kompensasi yang diberikan, dihitung berdasarkan keterampilan dan kemampuan mereka dalam mengembangkan keterampilannya untuk menunjang penyelesaian tugas yang dibebankan kepadanya.
 
I.              Kesimpulan

Bagi perusahaan, karyawan adalah salah satu sumber daya yang amat dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sebaliknya, bagi karyawan yang mempunyai berbagai macam kebutuhan, perusahaan juga merupakan salah satu tempat yang dapat memuaskan kebutuhannya. Kompensasi merupakan imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, atas jasanya dalam melakukan tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Ada dua hal yang perlu diingat oleh perusahaan dalam pemberian kompensasi. Pertama, kompensasi yang diberikan harus dapat dirasakan adil oleh karyawan dan kedua, besarnya kompensasi tidak jauh berbeda dengan yang diharapkan oleh karyawan. Apabila dua hal ini dapat dipenuhi, maka karyawan akan merasa puas. Kepuasan akan memicu karyawan untuk terus meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan perusahaan maupun kebutuhan karyawan akan tercapai secara bersama. Untuk mencapai keadilan sebagaimana diharapkan oleh karyawannya, maka perusahaan harus mempertimbangkan kondisi eksternal, kondisi internal dan kondisi individu. Kompensasi harus diusahakan sebanding dengan kondisi di luar perusahaan, khususnya perusahaan yang menjalankan bisnis sejenis, juga harus disesuaikan dengan kondisi pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan, seperti tanggung jawab, dan risiko. Kompensasi juga harus memperhatikan kondisi individu, sehingga tidak memberikan kompensasi dengan pertimbangan subyektif dan diskriminatif. Untuk memenuhi harapan karyawan, hendaknya kompensasi yang diberikan oleh perusahaan dapat memuaskan berbagai kebutuhan karyawan secara wajar. Kompensasi yang diberikan berdasarkan pekerjaan atau senioritas tanpa memperhatikan kemampuan dan keterampilan seringkali membuat karyawan yang mempunyai keterampilan dan kinerja baik menjadi frustasi dan meninggalkan perusahaan, sebab kompensasi yang diberikan oleh perusahaan dirasakan tidak adil dan tidak sesuai dengan harapan mereka. Sebaliknya kompensasi ini akan membuat karyawan yang tidak berprestasi menjadi benalu bagi perusahaan. Kompensasi yang diberikan berdasarkan kinerja dan keterampilan karyawan nampaknya dapat memuaskan karyawan, sehingga diharapkan karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan mengembangkan keterampilannya. Hal ini disebabkan karena karyawan yang selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja dan keterampilannya akan mendapatkan kompensasi yang semakin besar.