Sabtu, 31 Maret 2012

Kenapa Kenaikan Harga BBM Harus Izin DPR?

Bukan tahun ini saja pemerintahan Presiden SUsilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan kebijakan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, baik kenaikan maupun penurunan harga. Sejak didaulat menjadi orang nomer satu di negeri ini, SBY tiga kali menaikkan harga BBM bersubsidi, dan tiga kali pula SBY menurunkan harga BBM bersubsidi.

Namun, kondisinya kali ini berbeda. Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tahun ini harus melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Padahal, beberapa kali kebijakan penyesuaian harga, tidak perlu mendapat izin dari parlemen. Persetujuan dari DPR ini yang tengah dikejar pemerintah jika kebijakan ini ingin direalisasikan sesuai rencana awal yakni per 1 April 2012.

Dari senayan, DPR belum sepenuhnya memberikan lampu hijau kepada pemerintah. Setidaknya, beberapa fraksi secara tegas menolak rencana pemerintah tersebut. Tidak heran jika pembahasan perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 berlangsung alot. Lobi pemerintah ke fraksi-fraksi dan pimpinan DPR pun belum membuahkan hasil.

Yang menarik adalah, kenapa kenaikan harga BBM kali ini harus mendapat persetujuan DPR? kuncinya terletak pada salah satu pasal dalam UU APBN 2012. Pasal 7 ayat 6 dalam UU tersebut menyebutkan bahwa, dalam upaya menekan konsumsi BBM bersubsidi, pemerintah akan menjalankan kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dengan pengalihan dari Premium ke Pertamax. Dalam pasal tersebut juga disebutkan bahwa harga jual eceran untuk BBM bersubsidi tidak mengalami perubahan.

“Waktu saya jadi ketua badan anggaran, tidak ada pasal yang mengunci seperti itu,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis kepada merdeka.com, Jumat (30/3).

Namun, baru dua bulan tahun anggaran berjalan, pemerintah memutuskan untuk mempercepat proses pembahasan APBN-P 2012 yang biasanya baru dibahas pada pertengahan tahun anggaran. Alasannya, gejolak harga minyak dunia yang mempengaruhi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang terdorong naik. Pemerintah mengaku kesulitan jika tetap mempertahankan asumsi yang ada dalam postur APBN 2012. Asumsi-asumsi tersebut diakui sudah tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini.

Dalam pembahasan dengan Komisi VII dan Badan Anggaran, pemerintah meminta pasal 7 tersebut dicabut karena tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini. Namun, DPR tidak sepenuhnya setuju. Tidak mau kalah begitu saja, pemerintah memasukkan pasal tambahan dalam RUU APBN-P 2012 dalam Pasal 7 ayat 6A yang berbunyi “Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 5 persen dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung.” 

Dikirim oleh , pada March 30, 2012 dalam Breaking News / bigfox.tv

Tidak ada komentar:

Posting Komentar